Selasa, 25 Januari 2011

Mewaspadai Pengapuran Sendi

Osteoartritis adalah penyakit sendi yang paling sering ditemukan dan menjadi penyebab terbanyak kecacatan dan disabilitas, terutama pada usia lanjut.

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), 40 persen penduduk dunia yang berusia lebih dari 70 tahun akan menderita osteoartritis (OA) lutut, 80 persen di antaranya berdampak pada keterbatasan gerak.

OA dikenal pula sebagai pengapuran sendi karena kelainan utama pada OA adalah kerusakan pada tulang rawan sendi. Tulang rawan sendi merupakan komponen sendi yang melapisi ujung tulang dalam persendian, yang berfungsi sebagai bantalan dan peredam kejut apabila dua ruas tulang yang berbenturan pada saat sendi digerakkan. Karena tulang rawan sendi tidak mempunyai persarafan, apabila terjadi benturan dua ruas tulang tidak akan terasa nyeri.

Kerusakan pada tulang rawan sendi dapat disebabkan oleh banyak faktor. Semua berakibat pada penipisan tulang rawan sendi, yang pada stadium akhir tulang rawan sendi demikian tipisnya sehingga tidak dapat menjalankan fungsinya lagi. Seiring dengan penipisan tulang rawan sendi terbentuk osteofit, suatu tulang baru yang sebenarnya ditujukan untuk memperbaiki kerusakan yang muncul, tetapi gagal untuk mengatasi kerusakan tersebut. Bahkan, pembentukan osteofit akan menambah berat OA.

Selain itu, tulang di dalam persendian akan menebal, kaku, dan kurang elastik (kenyal) dalam mengantarkan beban tubuh. Sering terjadi radang pada lapisan dalam bungkus sendi (sinovium) yang disebut sinovitis, yang pada jangka lama menyebabkan pula kerusakan bungkus sendi (kapsul). Hasil akhirnya adalah sendi yang cacat (lihat gambar).

Perlu diingat dalam hal ini, pengapuran sendi tidak mempunyai hubungan dengan zat kapur (kalsium), kata yang lebih tepat mungkin ialah karatan. Demikian pula masyarakat perlu membedakan antara osteoartritis (pengapuran sendi) dan osteroporosis (keropos tulang) karena keduanya sangat berbeda walaupun mempunyai nama yang mirip.

Gejala klinik

OA umumnya menyerang sendi penopang tubuh, seperti sendi lutut (paling sering), panggul, tulang belakang bagian lumbal (pinggang) dan servikal (tengkuk). OA dapat juga mengenai sendi jari tangan terutama sendi interfalang distal (DIP) dan proksimal (PIP).

Perjalanan klinik OA berlangsung progresif sangat lambat. Sebenarnya proses OA sudah dimulai pada usia sekitar 40 tahun, yaitu saat gejala klinik belum muncul. Kemudian berjalan terus sampai timbul gejala klinik pada usia sekitar 50 tahun. Setelah muncul gejala klinik, penderita mulai merasa ada gangguan yang mula-mula ringan, bertambah lama bertambah berat, dan akhirnya terjadi cacat sendi dan mengakibatkan disabilitas.

Jarak antara saat muncul gejala klinik sampai terjadi cacat sangat bervariasi, tetapi umumnya berlangsung belasan tahun. Pada usia di atas 65 tahun seorang penderita OA lutut (lokasi OA yang tersering) akan kesulitan berjalan, bahkan akhirnya harus menggunakan kursi roda.

Gejala klinik dari OA meliputi nyeri sendi, kaku sendi, bengkak sendi, kelemahan, dan disabilitas. Nyeri sendi sebagai keluhan awal pasien OA muncul setelah sendi terserang digunakan secara berlebihan dan berkurang jika diistirahatkan. Apabila OA bertambah lanjut, terutama bila komponen inflamasi nyata, nyeri dapat muncul saat istirahat.

Pada sendi yang terletak di dalam, misalnya, sendi panggul, biasanya pasien sukar untuk menentukan lokasi. Sementara untuk sendi permukaan, seperti sendi jari tangan (carpometacarpal), pasien lebih dapat segera menentukan lokasi nyeri. Sebagaimana halnya dengan penyakit rematik lainnya, maka nyeri dapat diperberat oleh rasa dingin atau cuaca dingin. Pada keadaan yang lebih jarang nyeri dapat diperberat oleh panas.

Kaku sendi dirasakan sebagai sensasi pada sendi sebagai diikat dan lambat/susah bergerak. Keadaan ini biasanya tak selalu berhubungan dengan nyeri, tetapi banyak pasien tidak dapat membedakan antara nyeri dan kaku sendi. Kaku sendi biasanya muncul pada pagi hari atau setelah periode inaktif dan hilang setelah 15-30 menit.

Pembengkakan sendi merupakan tanda yang dapat dilihat dan dikeluhkan pasien terutama dari segi kosmetik, terutama bila menyebabkan deformitas di tangan.

Kelemahan dan disabilitas diartikan sebagai berkurangnya kemampuan untuk mobilisasi yang dapat diakibatkan nyeri, kaku sendi, abnormalitas sendi, deformitas, kontraktur jaringan lunak, akibat osteofit, spasme otot, dan atrofi otot. Disabilitas tergantung dari sendi yang terserang, jumlah sendi yang terkena, lama dan beratnya penyakit, serta toleransi pasien untuk mengatasi gejala tersebut.

Pengobatan dan pencegahan

Hingga saat ini belum ada obat yang dapat menghentikan proses OA, apalagi memperbaiki kerusakan tulang rawan sendi yang telah terjadi. Yang ada adalah beberapa obat yang diduga dapat memperlambat proses OA (antara lain glukosamin/kondroitin, asam hialuronat dan diacerhein).

Saat ini pasien masih lebih bergantung pada obat simptomatik untuk mengurangi nyeri dan peradangan (analgetik dan anti-inflamasi nonsteroid), yang pada penggunaan jangka panjang mempunyai efek samping perdarahan saluran cerna dan gangguan fungsi ginjal. Fisioterapi dan rehabilitasi merupakan pula modalitas untuk mengatasi nyeri, mencegah terjadinya cacat, dan mengatasi disabilitas dengan cara melalukan berbagai latihan fisik dan penggunaan berbagai alat bantu. Apabila semua gagal, dapat dilakukan pembedahan untuk mengganti sendi yang rusak.

Program pencegahan pada OA bertujuan menghindari munculnya OA (jika belum terjadi OA) dan menghambat progresivitas OA (apabila sudah terjadi OA). Berbagai faktor risiko OA yang dapat dimodifikasi bisa dilihat pada tabel. Selain itu, beberapa hal yang bisa memicu OA, seperti obesitas, trauma berat, penggunaan sendi berlebihan, sepatu atau alas kaki yang kurang tepat, juga bisa diatasi sejak dini.

Pencegahan obesitas memberi manfaat tidak saja bagi kesehatan sendi, tetapi untuk penyakit tidak menular lainnya. Mereka yang berberat badan lebih mempunyai prevalensi OA lutut yang tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa obesitas mendahului kejadian OA dan selanjutnya meningkatkan progresivitas radiologik OA. Pada mereka yang obese, setiap penurunan berat badan lima kilogram akan mengurangi risiko OA 50 persen.

Trauma berat terutama pada sendi lutut pada usia dini akan memicu munculnya OA yang lebih cepat. Edukasi untuk mencegah trauma adalah dengan penggunaan pelindung lutut pada para pekerja dan mereka yang senang berolah raga perlu ditingkatkan. Selain itu, penggunaan sendi berlebihan bagi para pekerja yang banyak berjalan, berdiri lama, naik-turun tangga, jongkok lama, dan memanggul beban perlu melindungi sendinya.

Sepatu yang terlalu tinggi, sempit, berat, alas sepatu (sol) yang keras dan kurang lentur juga merupakan faktor risiko OA lutut yang dapat dimodifikasi.

(Prof Dr dr Harry Isbagio SpPD-KR KGer Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam, Konsultan Reumatologi dan Geriatri, FKUI/RSCM)


Sumber: www.kompas.co.id, dalam :
http://www.gizi.net/cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1136428286,60808,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar